Konformitas ala Squidward


Squidward (paling kanan) bersama Komunitas Tentacle Acre. Sumber Spogebob Fandom

Jika saya ditanya kartun apa yang paling berkesan selama masa kecil, terus terang saja jawaban saya adalah Spongebob Squarepants. Kartun ini menarik, baik dari alur ceritanya yang ringan serta mengandung unsur komedinya yang relatif lucu bagi saya. Tapi, saya tidak akan mengulas si Spongebob secara keseluruhan. Melainkan, kali ini saya lebih tertarik untuk membuat tulisan mengenai tetangga sekaligus rekan kerja Spongebob. Benar, siapa lagi kalau bukan Squidward Tentacle. Mungkin beberapa artikel sudah membahas mengenai karakter ini dari sudut pandang terhadap sikapnya mengenai mogok kerja di Krusty Krab, tapi dalam tulisan ini saya akan melihat dari sudut pandang yang lain.

Squidward dalam kartun ini digambarkan sebagai pribadi yang menyukai seni, baik dalam bentuk seni musik melalui permainan klarinet, hingga seni lukis dan seni patung. Hal ini terbukti di galeri rumah Squidward yang dipenuhi oleh karya keseniannya. Selain digambarkan sebagai seorang (sebenernya bukan orang, lebih cocok kalo pake istilah individu aja) yang berjiwa seni, Squidward adalah pribadi yang pesimis dan cenderung tidaksanggup memandang kesenangan (fun) dalam aspek kehidupan. Tapi, kini saya sadari bahwa karakter Squidward merupakan representasi dari kehidupan orang dewasa yang kurang peduli dengan bagaimana dunia ini bekerja.

Squidward barangkali merasa dirinya orang yang paling tidak beruntung di bawah laut (wkwkwk), sebab ia tidak menikmati pekerjaannya di Krusty Krab dan ia tidak juga menikmati kehidupan bermasyarakat, terutama dengan tetangganya sendiri. Penyebab ketidaknyamanan Squidward bekerja mungkin ada banyak hal, tetapi yang jelas ia merasa tidak dapat menikmati hidup yang "benar-benar" dimimpikan oleh Squidward. Jam-jam kerja serupa dengan penyiksaan, bagaimana tidak demikian? sebagai petugas kasir, Squidward sering dihadapkan masalah yang ada-ada saja. Mulai dari tipikal pelanggan yang lamban dalam memilih menu seperti Patrick, Tuan Krab yang enggan menaikkan gaji dan ancaman pencurian resep rahasia oleh Plankton (wkwkw). 

Mengenai kehidupan sosial Squidward, terdapat episode yang menarik yang menggambarkan dinamikanya dalam menghadapi komunitas/masyarakat, episode yang berjudul "Squidville". Episode ini dimulai dengan sebuah kesenangan dimana Spongebob dan Patrick bermain dengan peniup karang. Secara fungsi, alat peniup karang tersebut mirip dengan vacum cleaner--bisa difungsikan untuk menyedot dan juga meniup. Nah, yang terjadi setelahnya justru petaka, rumah milik Squidward--yang berbentuk mirip kepala; lengkap dengan sepasang mata (sebagai jendela rumah), telinga, hidung dan mulut (sebagai pintu rumah) itu diacak-acak oleh Spongebob dan Patrick dengan alat peniup karang.

Akibat kelakuan Spongebob dan Patrick tersebut, jendela (yang berbentuk mata) dan hidung dari rumah Squidward tersedot dan masuk ke dalam alat peniup karang (konyol memang, apalagi kalo liat dari bentuk alat peniup karangnya yang kalah besar dengan jendela dan hidung rumah Squidward), membuat Squidward marah dengan tetangganya itu. Baginya, bermain dengan alat peniup karang itu kekanakan. Kemudian, ia meminta untuk jendela dan hidung rumah yang disedot tadi untuk segera dikembalikan. Maka, diturutilah permintaan tersebut, tapi yang terjadi setelahnya justru lebih menjengkelkan, rumah Squidward hancur berkeping-keping karena tiupan alat peniup karang yang mengeluarkan jendela dan hidung rumahnya berbenturan dengan bangunan rumahnya.

Squidward, Spongebob dan Patrick diantara puing-puing rumah Squidward. Sumber: screenshot 

"Spongebob, aku akan pindah jauh sehingga aku bisa memanjakan diriku....." kata Squidward sambil meratapi puing-puing rumahnya.

Setelah itu, tiba-tiba televisi miliknya jatuh tepat dihadapannya dan menyala. Televisi tersebut menyiarkan iklan komersil dari perumahan komunitas Tentacle Acre. Tak lama setelah itu, Squidward datang ke perumahan tersebut dengan klarinet dan kursi lipat miliknya.

"ada yang bisa aku bantu?" tanya petugas melalui sound di gerbang masuk.
"aku datang ke sini untuk bahagia" jawab Squidward.

Singkat cerita, Squidward masuk ke Tentacle Acre. Baginya, tempat ini lebih baik daripada yang ia duga, indah dan tidak ada rumah nanas sepanjang mata memandang. Kemudian ia memasuki rumah yang disediakan, nomor 304. Malam harinya, ia bergegas tidur di samping klarinetnya dan berkata pada klarinet tersebut bahwa besok ia akan menghadapi hidup baru.

Esok paginya, Squidward keluar dari rumah 304 sembari menghidup udara (ya, udara di bawah laut wkwkw) dalam-dalam. Ia memulai  kegiatan hari tersebut dengan bersepeda bersamaan dengan para tetangganya. Menurutnya, ia dan tetangganya tau cara menikmati hidup. Setelah lelah bersepeda, ia mampir ke toko, semacam swalayan. Di sana ia membeli roti kaleng. Beranjak dari swalayan, ia kemudian menuju ke pusat kebugaran yang letaknya tepat di seberang swalayan tersebut. Sore harinya, ia bermain klarinet. Didapatinya kegiatan komunitas tersebut persis dengan apa yang diimpikannya selama ini; berjiwa seni, tenang tanpa keributan dan serba teratur.

Kemudian hari berganti.

Rutinitas yang dijalani kemarin, kembali terulang. Setiap harinya. Hingga Squidward sendiri merasa lelah, bahkan untuk sekedar bermain klarinet.

Ia merenung di taman. Kehidupan di Tentacle Acre ini terlalu sempurna, bahkan ia menyebutnya too much paradise. Tak lama setelah itu ia mendengar bunyi mesin peniup karang. Ia kaget, ia kira itu suara dari Spongebob yang bermain peniup karang. Teryata bukan Spongebob, melainkan petugas kebersihan. Kebetulan sekali, petugas tersebut pergi meninggalkan alat peniup karangnya tertinggal di taman. Tanpa pikir panjang, Squidward bermain dengan  alat tersebut, mulai dari menyedot hidungnya sendiri hingga mengganggu aktivitas orang yang sedang berolahraga. Akibat ulahnya, salah satu warga komunitas Tentacle Acre mengatakan bahwa bermain dengan alat peniup karang itu adalah hal yang paling kekanak-kanakan. Squidward tidak menghiraukan komentar itu, ia tetap bermain dengan alat peniup karang. Ia bermain-main dengan alat itu kepada para warga Tentacle Acre.

Sementara itu, di waktu yang sama Spongebob dan Patrick berniat untuk menjemput Squidward di Tentacle Acre. Keduanya masuk ke perumahan tersebut dan melihat sebuah kekacauan dari para "Squidward". Saat itu Squidward ternyata sedang didemo oleh para warga setempat karena mengganggu ketertiban komunitas. Menurut Squidward, kawasan ini adalah keluhan, seharusnya kota ini harus dihancurkan atau setidaknya diberi warna yang berbeda. Karena tidak tahan dengan keluhan warga, akhirnya Squidward memilih untuk keluar dari tempat tersebut secepat mungkin, dengan menggunakan peniup karang. Anehnya, ia beneran terbang ala terbang dengan jetpack, tapi yang satu ini dengan peniup karang.

Oke, cukup. Mana sisi menarik dari episode ini?
Kenapa saya belum menjelaskan? wkwkwk
Saya cuma ingin menceritakan kembali sih sebenernya. Nggak, saya bercanda.

Memang ada hal menarik di episode ini. Ada semacam pergantian respon sosial yang terjadi di episode ini. Jika dikaitkan dengan konsep yang ada di ilmu-ilmu sosial, saya akan prefer menggunakan istilah konformitas (conformity) untuk menggambarkan respon Squidward terhadap perubahan sosial yang terjadi di sekitarnya.

Sebelum pindah rumah, perilaku sosial Squidward cenderung tidak bisa fit in dengan tetangganya, yakni Spongebob dan Patrick. Squidward sangat antipati terhadap segala perilaku yang dilakukan oleh tetangganya itu, termasuk perilaku bermain dengan alat peniup karang. Ia bertindak secara agresif, memarahi tetangganya ketika terjadi kondisi yang tidak diharapkannya atau ketika merasa terganggu.

Namun, setelah Squidward pindah ke Tentacle Acre justru sikapnya berbeda. Ia seolah menemukan surga dadakan yang diimpikan, lengkap dengan paket lingkungan sosial yang tenang, selera warga yang se-ragam dan hobi yang se-rupa dari bangsa squidy (wkwkwk). Tapi anehnya, lama kelamaan Squidward mengalami titik jenuh, di mana ia merasa rutinitas yang dijalani di tempat barunya ini monoton. Sehingga ia memberanikan diri untuk mencoba hal baru; yakni iseng-in komunitasnya dengan alat peniup karang, entah itu sedot klarinet orang lain, nukerin hidung sama mata ke wajah orang yang berbeda dan lain sebagainya.

Kesimpulan yang saya dapat adalah, Squidward mengalami konformitas tiada henti di tiap tempat yang disinggahinya. Tidak peduli itu bertetangga dengan Spongebob atau sesama bangsa squidy-nya. Ia akan selalu menemukan cara untuk fit-in walaupun dengan cara yang bertentangan dengan norma yang berlaku di sekitarnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hegemoni dan Pendidikan

Buruh Perempuan dan Tuntutannya